Ahmadsyarifali's Blog

November 29, 2010

Doing something that you don’t want do to anyone.

Filed under: life — Ahmad Syarif @ 3:25 pm

(more…)

June 18, 2010

Menemui kehidupan yang baru

Filed under: life — Ahmad Syarif @ 3:43 pm

Nama Tyzanina, usianya kurang dari 1,5 tahun. Usia jagung dimana dia mulai mengenali tubuhnya dan tubuh orang lain di sekitarnya. Banyak hal yang kemudian bisa dia tangkap ketimbang hanya menangis ketika lapar, atau tertawa ketika melihat hal-hal lucu. Dia mulai bisa berekpresi dengan kerutan atau mendernyitkan tahi untuk hal-hal yang tidak ia setujui atau mengekecewakan, dia juga sudah mulai bisa menyebut kata-kata seperti mama, papa, botak atau paman. Tapi tentu dia belum bisa merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat utuh. Ekspresi tanggung dari anak seusianya sangat menyenangkan untuk diperhatikan, seperti melihat boneka hidup yang ekspresif.

Tapi satu hal yang menarik darinya adalah bagaimana dia hidup dan bergerak menemukan dunianya sendiri. Dia lahir 11 januari 2009, sehari setelah saya menyelesaikan sidang kelulusan sarjana, saya dikabarkan jam 3 pagi bahwa saya sudah menjadi seorang paman, waktu itu saya tidak bisa langsung pulan ke Palembang untuk menjenguk keponakan saya karena harus menyelesaikan beberapa urusan paska sidang sarjana terutama persiapan wisuda.

Awalnya saya tidak begitu percaya tentang bagaimana kehadiran orang lain bisa menjadikan dirimu orang yang lain lagi, sampai dua hari kemudian adik saya menelpon dan memperdengarkan suara tangisan keponakan saya, suaranya nyaring, lugu tanpa pretensi, seperti seorang penyanyi amatir yang sedang melatih suara tinggi dan gagal. Tanpa saya sadari, entah darimana, seperti diluar kendali tiba-tiba saya meneteskan air mata. Suara tangisan itu begitu singkat karena kemudian disumbat oleh pentil botol dot. Tapi sangat emosional. Saya kemudian memutuskan untuk pulang ke Palembang beberapa hari lebih awal, meminta teman saya untuk membantu sisa urusan persiapan wisuda.

Pertemuan saya dengan dia begitu menegangkan, saya tiba di Palembang sekitar pukul 8 pagi WIB. Saya begitu lelah karena perjalanan Lintas Timur yang menghubungan Lampung-Palembang berada pada titik terjeleknya, membuat saya gagal tidur nyenyak. Waktu itu dia terbungkus dalam kelambu mini mirip tudung saji di meja makan. Tapi kain putih berenda tembus pandang tidak menghalangi saya untuk memperhatikannya, bagaimana dia yang begitu mungil, bening dan bau mentega sedang berjuang untuk bernafas terlentang hanya memperlihatkan hidung dan dada yang kembang-kempis, begitu tidak berdaya sulit dipercaya kalau sekarang dia sudah bisa bernyanyi dan berlari semaunya.

Waktu itu saya tidak berani membuka kelambu untuk mencium atau sekedar menyentuh kulitnya untuk memastikan bahwa dia bukan boneka yang ditaruh keluarga saya untuk mempermainkan saya. Sekitar 15 menit saya masih belum melakukan apapun, hanya dimenit berikutnya saya menyadari bahwa tangan saya bergetar sederhana, baru kali ini saya merasakan sesuatu yang begitu aneh dan sulit dijelaskan, seperti berhadapan dengan mukjizat, seperti dilempar pada satu titik ke titik lain dan diminta untuk menjelaskan perjalanan yang begitu singkat. Saya akhirnya memutuskan untuk tetap diam dan mengatur getaran di dalam tubuh, sampai akhirnya dia menangis, seperti penyanyi amatir yangs melatih suara tinggi dan langsung gagal. Dan saya bergidik berkata dalam hati : “Sial dia memang mukjizat!”

Blog at WordPress.com.