Ahmadsyarifali's Blog

July 11, 2013

Mohammad Morsi, Adel Mohamed al-Khayat dan kurma busuk dari Luxor.

Filed under: Uncategorized — Ahmad Syarif @ 9:05 am

Pada pertengahn Juni lalu, Morsi menunjuk Adel Mohamed al-Khayat sebagai gubernur provinsi Luxor, sebuah wilayah dimana Raja Tutankhamun berkuasa, 1332 sebelum Masehi. Luxor masih menyimpan kemegahan dan mewarisi situs-situs bersejarah Mesir Kuno, oleh karena itu bisnis pariwisata menjadi jantung perekonomian Luxor.Image

Beberapa saat setelah pemilihan al-Khayat, penduduk Luxor menggelar demonstrasi besar, membakar ban dan memblokir jalan-jalan, dalam waktu singkat demonstrasi itu bergabung dengan gerakan Tamarod (pemberontak) yang pada saat yang sama sudah menggelar aksi di beberapa kota lain di Mesir. Menteri Pariwisata Mesir Hisham Zaazou juga mengundurkan diri, sebagai respon atas dipilihnya al-Khayat. Tak pelak lagi, beberapa elit Ikhwanul Muslim juga mempertanyakan keputusan Morsi tersebut, mengingat al-Khayat merupakan anggota kelompok Gamaa Islamiyah yang memiliki sejarah dengan kekerasan, yang jelas bertolak belakang dengan semangat moderat Ikhwanul Muslim. Mohammad Osman ketua asosiasi pengusaha pariwisata mengatakan “Kenapa dia (Morsi) memilih seorang Gamaa Islamiyah. Sudah jelas Morsi ingin menghancurkan bisnis pariwisata disini.” (Al-Jazeera, 22 Jun 2013). Pertanyaan yang kini tersisa adalah mengapa Morsi bersikeras memilih al-Khayat?

Pemilihan al-Khayat adalah potret kebijakan Morsi yang kontra produktif. Tetapi analisis terhadap kebijakan itu cenderung lolos dari amatan kita dalam menerjemahkan faktor-faktor politik yang dengan licik dimanfaatkan oleh Militer sebagai “pembenaran” dalam menggulingkan Morsi. Maka mungkin perlu untuk menyelidiki sedikit mengenai faktor yang terlihat kecil dan sederhana, tetapi memiliki peranan penting dalam membentuk gambaran yang lebih besar.

Al-Khayat seorang insinyur berusia 52 adalah salah satu anggota elit organisasi Gamaa Islamiyah sebuah organisasi radikal yang pada tahun 1997 bertanggung jawab atas pembunuhan 58 turis di provinsi Luxor. Setelah rezim Mubarak dijatuhkan, Gamaa Islamiyah membentuk partai Pembangunan dan Pengembangan, melakukan koalisi dengan beberapa partai Islam lainnya, dan juga mendukung presiden Morsi, dan partai Kebebasan dan Keadilan underbow Ikhwanul Muslim.

Sebagai sebuah gerakan, Gamaa Islamiyah sangat terpengaruh dengan ide Sayyid Qutb yang oleh para orientalis sering dijuluki The Father of Modern Fundamentalism. Qutb merupakan intelektual publik, penulis, sastrawan dan pemikir Islam terkemuka, yang juga merupakan tokoh penting dalam sejarah Ikhwan. Ide-ide Qutb populer pada tahun 1960an, dia menjadi terkenal karena mengizinkan penggunaan kekerasan dan mempopulerkan istilah Takfir (mengkafirkan). Qutb di eksekusi mati pada tahun 1966, karena dituduh merencanakan pembunuhan terhadap Gamal Abdul Naseer.

Selama beberapa waktu ide Qutb memberikan legitimasi terhadap beberapa gerakan radikal di Timur Tengah, pada saat yang sama kekalahan Arab atas Israel, jatuhnya Palestina ketangan Israel, ditambah dengan kebijakan negara-negara Barat yang timpang di Timur Tengah telah menyuburkan semangat untuk mengadopsi ide radikal Sayyid Qutb.

Pada tahun 1969 Hasan al-Hudaibi pengganti Hasan al-Banna menerbitkan Dua’ah al-Qudah (Kami pencerah, bukan hakim) yang berupaya menjauhkan Ikhwanul Muslim dari pengaruh pemikiran Sayyid Qutb dan ide radikal lainnya. Pada posisi ini, Ikhwan mulai membangun jarak dengan gerakan-gerakan yang mengadopsi ide radikal. Dan memfokuskan aktivismenya pada gerakan politik dan sosial. Kader-kader Ikhwan yang direkrut pada kisaran 1970-an seperti Abdul Futuh, Essam el-Erian, Mukthar Nuh dan Abu el-Ela Madi adalah aktivis politik, dan menentang segala jenis tindak kekerasan. Perlu juga di pahami bahwa pembentukan Gamaa Islamiyah sendiri juga merupakan akibat dari semakin moderatnya Ikhwanul Muslim, yang kemudian tidak mengakomodir aksi-aksi radikal seperti yang dilakukan oleh Gamaa Islamiyah.

Sepanjang pendiriannya dari tahun 1973, Gamaa beberapa kali terlibat dengan aksi kekerasan. Salah satu yang terpopuler adalah keterlibatan Gamaa dalam serangan yang dipimpin oleh Khaled El Islambouly pada 6 October 1981 yang menewaskan president Mesir Anwar Sadat. Sebelumnya Sadat sudah di fatwa mati oleh pendiri Gamaa Islamiyah Omar Abdel-Rahman, karena menandatangani perjanjian Camp David yang memuat kesepakatan gencatan senjata dengan Israel pada tahun 1979. Abdel-Rahman juga terlibat dalam aksi pemboman World Trade Center pada tahun 1993. Sepanjang tahun 1990-an Gamaa melakukan beberapa serangan terhadap institusi pemerintah, Kristen Koptik, dan Minoritas Syiah di beberapa wilayah di Mesir, salah satu yang terkenal adalah pembantaian 58 turis di Luxor, yang dimana Morsi mengangkat seorang anggota Gamaa sebagai gubernurnya.

Pemilihan al-Khayat jelas adalah aksi bunuh diri Morsi. Tetapi Morsi tidak memilih al-Khayat dengan mata tertutup, dia memiliki beberapa alasan tersendiri. Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan Morsi dalam menggandeng Gamaa Al-Islamiyah.

Pertama adalah kenyataan kontur sosial di Mesir dimana negara sebagai sebuah badan administratif cenderung tidak efektif di wilayah-wilayah rural. Hal ini terjadi sebelum dan sesudah revolusi. Wilayah-wilayah pinggiran di kuasai oleh pemimpin suku, war lord, termasuk kelompok radikal. Penguasaan itu di dukung oleh tuan tanah lokal yang mendapat keuntungan dari kurangnya pengawasan pemerintah, dan keleluasaan mengontrol faktor-faktor ekonomi. Kelompok-kelompok ini memiliki kemampuan menstabilkan wilayah dimana mereka berkuasa, Gamaa Islamiyah adalah salah satunya. Kegagalan menstabilkan daerah-daerah pinggiran ini sudah menimbulkan dampak yang mengerikan dalam konteks keamanan di Mesir, situasi terakhir di Sinai adalah contoh terburuk, dimana wilayah itu dikuasai oleh kelompok-kelompok bersenjata yang membahayakan Mesir dan negara tetangganya.

Sementara itu Morsi mendapatkan kenyataan bahwa anggota Ikhwanul Muslim berasal kelas Efendi (Kaum Borjuis rendahan yang kurang diuntungkan oleh Kolonial Inggris) dan kelas terpelajar yang terpinggirkan, yang disebut Carrie Wickham sebagai Lumpen Intelegensia. Kondisi itu membuat Ikhwan tidak memiliki kuasa apabila berhadapan dengan situasi seperti di Sinai. Dalam tingkat ini berkoalisi dengan organisasi yang berbeda karakter seperti Gamaa Islamiyah adalah langkah strategis dalam konteks stabilitas.

Kedua, Morsi sepertinya menginginkan partisipasi politik dari kelompok yang sebelumnya termarjinalkan pada era Mubarak. Bagi Morsi dan Ikhwan salah satu kemenangan besar revolusi adalah kesempatan untuk berpartisipasi dari setiap kelompok terbuka lebar. Atas dasar itu keterlibatan aktif Gamaa Islamiyah bisa membawa kelompok ini kepada ruang demokrasi yang lebih luas dan pada saat yang sama mereka harus menerima konsekuensi dari demokrasi.

Gamaa sendiri sebetulnya menunjukkan prilaku positif menghargai demokrasi. Setelah protes besar di Luxor, pada 23 Juni Adel Mohamed al-Khayat mengundurkan diri. Salah satu petinggi partai Pembangunan dan Pengembangan sayap politik Gamaa Safwat Abdel Ghan, sebagaimana di kutip oleh al-Ahram Online mengatakan bahwa pengunduran diri al-Khayat merupakan upaya untuk meredakan ketegangan politik di Mesir. Di lain kesempatan al-Khayat mengatakan bahwa media sudah berburuk sangka kepada dirinya, “Saya sudah bekerja selama 35 tahun sebagai insinyur di institusi pemerintahan. Media sudah bertindak tidak adil kepada saya.” Tutur al-Khayat.

Al-Khayat memang anggota Gamaa Islamiyah, tapi belum tentu dia mewakili sayap radikal dikelompoknya yang membunuh 58 turis di Luxor dan pembunuhan Anwar Sadat. Tetapi masalahnya bukan itu. Militer, kelompok Muslim moderat, Sekuler, Kelompok Kiri, bahkan partai Salafy an-Nour, memandang pengangkatan al-Khayat adalah potret buruk dari kebijakan dalam negeri Morsi. Lebih lagi, itu menunjukkan ketidaksiapan Morsi dan Ikhwan dalam memainkan peranan utama dalam panggung politik di Mesir.

Ikhwan dan Morsi terlalu lugu berpikir bahwa dengan menguasai parlemen mereka menguasai Mesir, dan rakyat akan manut dengan segala kebijakan Morsi. Keluguan dibayar mahal ketika jutaan rakyat Mesir turun kejalan, dan militer Mesir berlaku culas mendompleng gerakan rakyat untuk menyingkirkan Morsi, yang kemudian menyebakan meningkatnya eskalasi konflik di Mesir.

 Kasus al-Khayat hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak kebijakan politik Morsi yang prematur, yang menyebabkan Ikhwanul Muslim dan Morsi harus menelan kurma busuk yang dikirim dari Luxor. Ditambah kenyataan bahwa kurma itu tumbuh dari pohon yang mereka tanam sendiri, membuatnya jauh lebih pahit.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.