Ahmadsyarifali's Blog

November 25, 2013

Jilbab, potret sejarah Orde baru dan Islam Politik

Filed under: Uncategorized — Ahmad Syarif @ 5:53 am

HijabBeberapa waktu lalu, Jenderal Sutarman yang baru saja terpilih sebagai Kapolri mengumunkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia mencabut larangan berjilbab bagi Polwan. Walau dinilai agak terlambat, keputusan Kepolisian Republik Indonesia itu langsung disambut baik oleh komunitas Islam dan kelompok pembela ham. Sebelumnya sempat terjadi polemik mengenai penggunaan Jilbab di Kepolisian, alasan utamanya adalah Jilbab bukan bagian dari seragam kepolisian, dan jelas seragam bukan hanya dalam tafsir pakaian tetapi juga idiologi.

 

Situasi dimana Jilbab ditolak diruang administrasi negara sekuler tidak hanya terjadi di Indonesia, di Singapura dimana Fan Page komunitas Jilbab di Facebook yang misinya untuk mengendurkan larangan berjilbab untuk pegawai negeri sipil di Singapura secara mendadak dihapus oleh Facebook, dan banyak kalangan menuduh bahwa itu adalah permintaan dari pemerintah Singapura. Baru-baru ini, di negara seperti Kanada yang sangat terkenal dengan semangat liberalisme-nya malah berencana untuk melarang penggunaan simbol-simbol agama seperti Hijab dan simbol lainnya dari Sikh, Yahudi dan Kristen.

 

Kembali ke Indonesia, larangan penggunaan Jilbab bagi pegawai negeri sipil adalah produk sejarah Orde Baru. Larangan itu pernah membuat ratusan perempuan Muslim bernegosiasi, mereka menggunakan Jilbab di rumah, tetapi tidak menggunakan Jilbab apabila mereka beraktivitas di kantor pemerintahan, bahkan beberapa sekolah dan universitas mengusulkan agar pelajar wanita tidak menggunakan jilbab untuk photo di ijazah dengan alasan agar mudah mencari kerja. Hal ini menyebabkan Muslimah berjilbab memiliki keterbatasan pilihan karir di era Orde baru.

 

Sebagai sebuah rezim otoriter Orde Baru memiliki mesin kekuasaan yang komplit, dari produksi idiologi dan sampai ke aparat yang digunakan sebagai alat represif. TNI dan Polri adalah produk idilogi Orde baru yang paling disiplin dalam hal menjaga apa yang disebut sebagai pengganggu Bhineka Tinggal Ika sebuah idiologi sekuler Orba. Dalam rekam sejarah TNI-Polri, kelompok Komunis, kiri dan Marxis, ditambah kelompok Islam Politik dianggap sebagai agen-agen pengganggu keutuhan negara. Contoh pemberontakan yang dianggap dimotori oleh kelompok Islam politik adalah pemberontakan PRRI permesta dan Darul Islam yang melibatkan beberapa tokoh dari Partai Masyumi. Setelah Orba berdiri, Soeharto menolak merehabilitasi Islam Politik terutama eks-anggota Masyumi, sebagaimana tertulis dalam suratnya pada Januari 1967 untuk Prawoto Mangkusasmita, Soeharto menuliskan: “Faktor-faktor legal, politik dan psikologis telah membuat pihak angkatan darat (TNI) tak bisa menerima rehabilitasi bekas partai politik Masjumi” (Yudhie Latief:2005). Surat Soeharto ini menandai hubungan antagonistik rezim Orde Baru yang penuh kecurigaan dengan Islam Politik. Sebelumnya Orba berhasil menumpas gerakan komunis dengan aksi berdarah yang menewaskan ratusan ribu orang, otomatis dalam awal berdirinya Orba Islam Politik adalah poros kritik yang signifikan.

 

Jilbab dalam konteks hubungan antagonistik ini adalah korban dari kecurigaan rezim terhadap kelompok Islam Politik. Jilbab oleh Orba diartikan secara sederhana sebagai representasi kelompok Islam ekstrimis yang bisa mengganggu keamanan negara. Jilbab bukan lagi dianggap sebagai pilihan religius individu, tapi sejenis bentuk pemberontakan sehingga setiap Muslimah yang menggunakan Jilbab dicurigai idiologinya dan kesetiaannya kepada Negara. Pada tingkat inilah Jilbab yang idealnya merupakan sebuah pilihan dan hak individu dalam mengartikan agamanya kemudian ditarik ke ranah politik oleh Orba.

 

Walau Singapura dan Kanada tidak memiliki pengalaman dengan rezim militer yang represif seperti di Indonesia, setidaknya ada satu kesamaan yaitu bagaimana Jilbab terdegradasi dari sebuah pilihan individu dalam mengartikan agamanya menjadi sebuah ancaman atas keutuhan negara, terutama negara sekuler. Di Singapura dan Kanada, penyebabnya bisa jadi lahir dari gerakan politik sayap kanan yang merasa Jilbab membahayakan identitas politik sekularisme di negara mereka.

 

Tentu saja persepsi mengenai Jilbab adalah representasi dari politik yang anti negara sekuler adalah tuduhan yang naif dan ahistoris, dalam banyak kesempatan kita menemui banyak perempuan berjilbab menempati posisi penting di pemerintahan yang menyokong negara sekuler. Sama halnya dengan tuduhan negara sekuler tidak mengakomodasi kepentingan agama dalam kebijakannya juga lahir dari pengamatan yang prematur. Negara sekuler seperti Inggris dan Jerman masih mengambil nilai-nilai kristen dalam kebijakannya, sebagaimana Indonesia juga mengadopsi nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara, seperti hari libur keagamaan, lahirnya perbankan Sharia yang didukung negara, dan badan zakat yang dikelola pemerintah.

 

Ketegangan antara negara dan simbol-simbol agama baik di Indonesia ataupun belahan lain di dunia adalah akibat dari pergumulan semangat sekularisme dan aliran politik yang menggunakan semangat agama, yang kemudian berujung pada prasangka dan salah pengenalan antara yang religius dan yang politis. Contohnya adalah penggunaan Jilbab, Nigab dan Burqa yang pernah dilarang di Perancis, diperdebatkan di Inggris, dan sekarang penggunanya mungkin tidak boleh menjadi pegawai publik di Kanada.

 

Indonesia telah membuat kemajuan yang luar biasa dengan mengembalikan Jilbab sebagai hak Muslimah dan tidak mencampuradukkannya dengan pandangan politik pengguna. Walau memerlukan waktu 15 tahun setelah reformasi bagi Kepolisian Indonesia untuk mencabut larangan menggunakan Jilbab, hal ini harus dianggap sebagai momentum untuk terus mendesak reformasi di tubuh TNI-Polri, dua organisasi dimana semangat Orba masih bercokol. Lebih lagi reformasi TNI-Polri haruslah dibayangkan sebagai reformasi sejarah Indonesia, dan tidak bisa selesai hanya pada pengakuan terhadap Jilbab saja.

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.